Meraih Kesucian Diri dalam Upacara Melasti
Perayaan
tahun baru Saka 1940 jatuh pada tanggal 17 Maret 2018.
Tahun baru Saka bagi umat Hindu merupakan kesempatan
untuk memulai kembali kehidupan dengan hati yang suci. Melalui
ritual amati geni pada Hari Raya Nyepi, setiap umat Hindu pada
hakikatnya mendapat kesempatan untuk mengevaluasi capaian hidupnya selama satu
tahun yang lalu dan menyusun ulang rencana hidup satu tahun mendatang.
Mendahului tahapan tersebut, pada 2 sampai 4 hari
menjelang Nyepi, masyarakat Hindu Bali melakukan ritual pensucian diri dan
lingkungannya. Ritual tersebut dinamakan upacara melasti.
Upacara melasti atau melelasti dapat
didefinisikan sebagai nganyudang malaning gumi ngamet tirta amerta, yang
berarti menghanyutkan kotoran alam menggunakan air kehidupan. Dalam kepercayaan
Hindu, sumber air seperti danau dan laut dianggap sebagai asal tirta amerta
atau air kehidupan.
Sumber-sumber air tersebut memberikan kehidupan bagi
seluruh makhluk hidup, termasuk umat manusia. Karena itulah, upacara melasti
selalu diadakan di tempat-tempat khusus seperti tepi pantai atau tepi danau.
Dalam upacara melasti ini, masyarakat akan datang
secara berkelompok ke pantai Parangkusumo Yogyakarta. Setiap kelompok atau
rombongan berasal dari satu kesatuan wilayah yang sama, semisal dari banjar
atau desa yang sama.
Setiap rombongan tersebut akan datang dengan membawa
perangkat-perangkat keramat peribadahan, yaitu arca, pratima, dan pralingga
dari pura yang ada di wilayah masing-masing untuk disucikan. Setiap anggota
masyarakat juga menyiapkan sesajian sesuai kemampuan masing-masing. Sajian ini
merupakan bagian dari pelengkap upacara melasti.
Sebelum pelaksanaan
ritual, biasanya panitia dari tiap rombongan akan menyediakan sebuah meja atau
panggung yang diposisikan membelakangi laut atau danau. Meja ini merupakan
tempat untuk meletakkan berbagai perangkat suci peribadahan dari pura beserta
beraneka jenis sesajian.
Seluruh anggota rombongan kemudian duduk bersila
menghadap ke arah jajaran perangkat ibadah dan sesajian tersebut, sekaligus
menghadap ke sumber air suci. Pemuka agama (pemangku) setempat kemudian
akan memimpin berjalannya prosesi upacara.
Pemangku adat berkeliling dan memercikkan air
suci kepada seluruh anggota masyarakat yang hadir serta perangkat-perangkat
peribadatan dan menebarkan asap dupa sebagai wujud pensucian.
Selanjutnya, dilakukan ritual persembahyangan (panca
sembah) oleh seluruh anggota rombongan. Para pemangku lalu akan membagikan
air suci dan bija (beras yang telah dibasahi air suci). Air suci
tersebut untuk diminum sementara bija akan dibubuhkan ke dahi setiap
umat yang datang.
Sesajian diarak ke tepian pantai untuk di larung sedangkan
perangkat-perangkat peribadahan diarak kembali ke pura untuk menjalani beberapa
tahapan ritual yang lain.
Di sisi lain, terjaganya ketertiban pelaksanaan ritual
tahunan ini dan juga kerukunan umat beragama yang saling menjaga keamanan umat
lain akan menjadi momen yang tak terlupakan bagi para wisatawan yang
berkesempatan untuk menyaksikannya.
Komentar
Posting Komentar